Kamis, 10 Agustus 2017

Josiah Skeats, Pria yang Tempuh Inggris-Indonesia Bersepeda

PT BESTPROFIT FUTURES - Cara seseorang untuk menemukan kesenangan dan kepuasan hidupnya berbeda-beda. Bersepeda keliling dunia adalah salah satunya. Cara tersebut dipilih seorang pemuda asal Inggris, Josiah Skeats, yang sudah berkelana kurang lebih 30 ribu kilometer menggunakan sepeda.

Josiah, begitulah ia dipanggil, tiba di Indonesia pada awal Juli 2017. Indonesia merupakan negara ke-31 yang ia sambangi, sebelum melanjutkan perjalanan ke negara berikutnya, yakni Australia.






"Saya suka berada di sini (Indonesia)!” kata pemuda 24 tahun tersebut kepada

"Usai tiba di Jakarta beberapa waktu lalu, saya langsung bersepeda ke Jombang, Probolinggo, Bali, Lombok, Pulau Komodo, Sumbawa, Flores, dan kemudian NTT. Saya akan berasa di Indonesia selama enam pekan sebelum pergi ke Australia," katanya menambahkan. - BEST PROFIT

Josiah ketika sampai di Tajikistan.Josiah ketika sampai di Tajikistan. (Courtesy of Josiah Skeats)
Josiah merencanakan perjalanan keliling dunia setelah meraih gelar sarjana hukum dari University of Wales. Ia merasa selama 16 tahun bersekolah sejak kecil hingga kuliah, ilmu dan pengalaman yang ia dapat selama ini belumlah cukup. - PT BESTPROFIT

"Saya memiliki begitu banyak rasa penasaran untuk melihat tempat-tempat jauh di luar kehidupan saya di Inggris, yang biasanya hanya saya dengar kabarnya lewat pemberitaan atau buku-buku. Saya ingin belajar hal baru tentang kebudayaan orang asing," ucap Josiah.

"Suatu hari saya membaca tentang seseorang yang berhasil mengelilingi dunia dengan sepeda. Tiba-tiba saya merasa hal tersebut masuk akal. Murah, menjanjikan petualangan, dan itu berarti saya dapat bertemu dengan banyak orang," sambungnya. - BESTPROFIT


Josiah mengaku terinspirasi Alastair Humphreys.Josiah mengaku terinspirasi Alastair Humphreys.
Adalah Alastair Humphreys yang menginspirasi Josiah untuk berkeliling dunia dengan sepeda. Humphreys merupakan seorang petualang, penulis, dan motivator asal Inggris yang melakukan ekspedisi keliling dunia menggunakan sepeda pada 2001.

Bermodal nekat, Josiah mencoba mewujudkan niatnya tersebut. Dia bekerja selama dua tahun sembari menyelesaikan gelar sarjananya, dan kemudian pergi dengan perasaan bersemangat dan tekad untuk berkeliling dunia.

"Saya bukanlah seorang pesepeda dan bahkan saya tidak punya sepeda sebelumnya! Akan tetapi saya tahu, tidak sampai lima menit, bahwa saat saya lulus universitas, saya akan bersepeda keliling dunia," ujar Josiah.

Josiah mulai meninggalkan Inggris pada 24 Mei 2015, menuju Perancis dan sejumlah negara Eropa seperti Jerman, Swiss, Austria, Yunani, dan Turki.

Dari Turki, dia bersepeda melalui Asia Tengah, Kazakhstan, dan Uzbekistan dengan medan gurun pasir dengan suhu 50 derajat celcius. Kemudian, Josiah pergi ke Tajikistan hingga melewati dataran 5 ribu meter di atas permukaan laut.


"Visa China saya ditolak, jadi saya harus terbang ke India [dari Tajikistan]. Saya kecewa harus menggunakan pesawat terbang, tapi di satu sisi saya sangat ingin pergi ke India yang menjadi negara favorit saya! Kemudian saya ke Nepal, Myanmar, Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Malaysia, Singapura, dan kemudian ke Jakarta dengan menggunakan kapal laut," ucap Josiah.

Sebagai seseorang yang santai dan fleksibel, Josiah mengaku tidak pernah merencanakan rute perjalanan. Ia pergi dengan mendengarkan saran orang lokal dan memutuskan rencana perjalanan dari hari ke hari. Menurutnya, ia akan kehilangan spontanitas bila perjalanannya terlalu terencana.

 Josiah melakukan ekspedisinya dengan bekal uang yang sangat sedikit, sekitar US$5 atau sekitar Rp66 ribu per hari. Ia menerangkan bahwa ada tiga hal utama yang perlu diingat ketika seseorang hendak berpergian dalam waktu yang lama dan jarak yang jauh, yaitu: uang, transportasi, akomodasi, dan makan.

"Kendaraan saya adalah sepeda, (transportasi) gratis. Akomodasi saya adalah berkemah dan tinggal di rumah orang setempat, gratis juga. Ini berarti, biaya yang perlu saya keluarkan adalah untuk makan," tutur Josiah.

Josiah melewati jalanan di Tajikistan.Josiah melewati jalanan di Tajikistan. (Courtesy of Josiah Skeats)
"Inilah caranya saya bisa berkelana selama dua tahun. Orang tua saya tidak memberikan sedikitpun uang dan bekal lainnya, semua tergantung bagaimana saya mengaturnya sebelum pergi," tuturnya lagi.

Dengan hanya US$5 sehari, Josiah sadar harus hemat dan tidak boleh mengikuti nafsunya untuk segera kenyang. Lain tempat, lain cara makan.

"Di Eropa, saya mesti memasak, saya bawa kompor sendiri. Jadi saya banyak makan pasta, nasi, dan roti. Di Asia, pengeluaran untuk makan lebih murah, sehingga saya bisa makan di pinggir jalan," ujar Josiah.

Josiah bersama orang lokal sepanjang perjalanan dari Solo ke Surabaya. Josiah bersama orang lokal sepanjang perjalanan dari Solo ke Surabaya. (Courtesy of Josiah Skeats)
"US$5 per hari di Indonesia itu adalah uang yang banyak untuk makan. Sehari, saya bisa makan nasi goreng seharga Rp10 ribu, nasi pecel senilai Rp10 ribu, tempe Rp6 ribu, dan es campur Rp4 ribu. Enak!" ucapnya.

Josiah mengaku sepanjang perjalanannya dia paling suka masakan Indonesia dan India. Terkadang, Josiah juga diajak makan bersama oleh masyarakat setempat. Selain hemat finansial, Josiah juga harus hemat dalam mengganti pakaian. Dia mengaku hanya membawa tiga baju saja.

 Simpati dan Toleransi dalam Hidup Nomad
Awalnya Josiah membayangkan hasratnya untuk berkelana akan terpuaskan lewat pemandangan alam yang indah seperti air terjun, bukit pegunungan, dan sebagainya. Akan tetapi ternyata ia salah.

Kenyataannya, pendukung lokal lah yang membuat perjalanannya semakin berwarna. Setiap hari, Josiah bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang dan mendapat teman baru. Sangat berbeda dari pesan orang-orang di Inggris sebelum dia berangkat yang mengatakan bahwa dunia asing begitu berbahaya.

Josiah mengenakan batik ketika di Indonesia.Josiah mengenakan batik ketika di Indonesia. (Courtesy of Josiah Skeats)

"Itu tidak betul. Saya pikir sekitar 600 malam saya istirahat di jalanan, mungkin 400 malam lainnya saya diundang untuk menginap di rumah orang setempat dengan gratis."

"Orang Buddha, Muslim, Kristen, Hindu, semua menyambut baik kedatangan saya ke kehidupan mereka, dan benar-benar ramah terhadap tamu. Mereka adalah orang yang tidak bisa bahasa Inggris, sangat miskin, tapi baik hati," tuturnya.

Josiah bercerita sempat tidur di pos polisi, kuil Buddha, dalam sebuah truk di Kazakhstan, dan sebuah rumah bekas pemboman di Montenegro.

Josiah sudah lebih dari 600 hari bersepeda keliling dunia.Josiah sudah lebih dari 600 hari bersepeda keliling dunia. (Courtesy of Josiah Skeats)

Meski perjalanannya tak lama lagi akan tiba di benua terakhir, Australia, tapi Josiah mengatakan bahwa sesungguhnya petualangannya belum berakhir.

"Tujuan utama saya bisa sampai di Australia. Sebentar lagi saya ke sana, dan saya masih penasaran dengan dunia ini. Jadi saya berpikir akan ke Amerika Selatan nanti!" ucap Josiah.

"Mungkin saya akan pergi dari rumah selama satu atau dua tahun lagi! Gila! Namun saya akan pulang dulu (ke Inggris) selama beberapa pekan. Belum ada rencana lagi setelah itu," ucapnya melanjutkan.

Josiah berpose dengan petugas bom bensin di Indonesia.Josiah berpose dengan petugas pom bensin di Indonesia. (Courtesy of Josiah Skeats)
Lebih lanjut, Josiah menegaskan perjalanannya bukanlah untuk mencari sensasi. "Melalui perjalanan saya, saya tidak membual untuk menunjukkan seberapa hebat diri saya. Saya sebetulnya ingin berbagi pengalaman tentang betapa hebatnya orang-orang yang saya temui," ujar Josiah.

"Saya juga berbagi tentang betapa mudahnya mencapai mimpi Anda sendiri, jadi saya bisa memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk hidup dengan cara yang mereka inginkan," ucap Josiah.

0 komentar:

Posting Komentar